Nilai - Nilai Pancasila Dalam Praktik Penyelenggaraan Pemerintah Negara
A. SISTEM PEMBAGIAN KEKUASAAN NEGARA
1. Pengertian Kekuasaan
Kekuasaan dapat diartikan sebagai “kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain supaya melakukan tindakan-tindakan yang dikehendaki atau diperintahkannya”.
Sebagai contoh, (1) Ketika kalian sedang menonton televisi, tiba-tiba orang tua kalian menyuruh untuk belajar, kemudian kalian mematikan televisi tersebut dan masuk ke kamar atau ruang belajar untuk membaca atau menyelesaikan tugas sekolah; (2) Kalian datang ke sekolah tidak boleh terlambat, apabila datang terlambat tentu saja kalian akan mendapatkan teguran dari guru; (3) Begitu pula di masyarakat, ketika ada ketentuan bahwa setiap tamu yang tinggal di wilayah ini lebih dari 24 jam wajib lapor kepada ketua RT/RW, maka setiap tamu yang datang dan tinggal labih dari 24 jam harus lapor kepada yang berwenang.
Adapun kekuasaan negara diartikan sebagai “kewenangan negara untuk mengatur seluruh rakyatnya dalam mencapai keadilan dan kemakmuran, serta keteraturan”.
2. Macam-macam Kekuasaan
Menurut John Locke, ada tiga (3) macam kekuasaan negara, yaitu:
a. Kekuasaan Legislatif, yaitu kekuasaan untuk membuat atau membentuk undang-undang.
b. Kekuasaan Eksekutif, yaitu kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang, termasuk kekuasaan untuk mengadili setiap pelanggaran terhadap undang-undang
c. Kekuasaan Federatif, yaitu kekuasaan untuk melaksanakan hubungan luar negeri.
Sedangkan menurut Montesquieu, kekuasaan negara meliputi:
a. Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk membuat atau membentuk undang-undang
b. Kekuasaan Eksekutif, yaitu kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang
c. Kekuasaan Yudikatif, yaitu kekuasaan untuk mengadili setiap pelanggaran terhadap undang-undang.
Pendapat yang dikemukakan oleh Montesquieu merupakan penyempurnaan dari pendapat John Locke. Kekuasaan federatif oleh Montesquieu dimasukkan ke dalam kekuasaan eksekutif dan fungsi mengadili dijadikan kekuasaan yang berdiri sendiri. Ketiga kekuasaan tersebut dilaksanakan oleh lembaga-lembaga yang berbeda dan sifatnya terpisah. Oleh karena itu teori Montesquieu ini dinamakan dengan Trias Politica.
3. Pembagian Kekuasaan di Indonesia
Penerapan pembagian kekuasaan di Indonesia terdiri atas dua bagian, yaitu:
a. Pembagian kekuasaan secara horizontal
Pembagian kekuasaan secara horizontal, yaitu pembagian kekuasaan menurut fungsi lembaga-lembaga tertentu (legislatif, eksekutif, dan yudikatif). Hal tersebut meliputi:
(1) Kekuasaan konstitutif, yaitu kekuasaan untuk mengubah dan
menetapkan Undang-Undang Dasar. Kekuasaan ini dijalankan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 3 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar.
(2) Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk menjalankan undang- undang dan penyelenggraan pemerintahan Negara. Kekuasaan ini dipegang oleh Presiden sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 4 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.
(3) Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk membentuk undang-undang. Kekuasaan ini dipegang oleh Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 20 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang.
(4) Kekuasaan yudikatif, atau disebut kekuasaan kehakiman, yaitu
kekuasaan untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan ini dipegang oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 24 ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakanbahwa Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agungdan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama,lingkungan peradilanmiliter, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuahMahkamah Konstitusi.
(5) Kekuasaan eksaminatif/inspektif, yaitu kekuasaan yang berhubungan
dengan penyelenggaraan pemeriksaan atas pengelolaan dan
tanggung jawab tentang keuangan negara. Kekuasaan ini dijalankan oleh Badan Pemeriksa Keuangan sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 23 E ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.
(6) Kekuasaan moneter, yaitu kekuasaan untuk menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta memelihara kestabilan nilai rupiah. Kekuasaan ini dijalankan oleh Bank Indonesia selaku bank sentral di Indonesia sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 23 D UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan indepedensinya diatur dalam undangundang.
b. Pembagian kekuasaan secara vertikal
Pembagian kekuasaan secara vertikal merupakan pembagian kekuasan menurut tingkatnya, yaitu pembagian kekuasaan antara beberapa tingkatan pemerintahan. Pasal 18 ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa“Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang”.
Berdasarkan ketentuan tersebut, pembagian kekuasaan secara vertikal di negara Indonesia berlangsung antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah (pemerintahan provinsi dan pemerintahan kabupaten/kota). Pada pemerintahan daerah berlangsung pula pembagian kekuasaan secara vertikal yang ditentukan oleh pemerintah pusat. Hubungan antara pemerintahan provinsi dan pemerintahan kabupaten/kota terjalin dengan koordinasi, pembinaan, dan pengawasan oleh pemerintahan pusat dalam bidang administrasi dan kewilayahan.
B. KEDUDUKAN DAN FUNGSI KEMENTERIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAN LEMBAGA PEMERINTAH NON KEMENTERIAN
1. Kementerian Negara
Berdasarkan Pasal 17 UUD 1945, Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh menteri-menteri. Keberadaan menteri-menteri tersebut telah diatur secara jelas dan tegas dalam sebuah payung hukum Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Menteri-menteri tersebut mempunyai tugas untuk melaksanakan urusan tertentu dalam pemerintahan sehingga dapat diartikan bahwa semua fungsi pemerintahan sudah terbagi habis dalam tugas Kementerian. Saat ini, terdapat 34 (tiga puluh empat) Kementerian yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
a. Kedudukan dan Tugas Kementerian Negara
Kementerian berkedudukan di Ibu Kota Indonesia mempunyai tugas menyelenggarakan urusan tertentu dalam pemerintahan dibawah dan bertanggung jawab kepada Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara sebagai berikut:
(1) Penyelenggara perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidangnya, pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya, pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidangnya dan pelaksanaan kegiatan teknis dari pusat sampai ke daerah.
(2) Penyelenggara perumusan, penetapan, pelaksanaan kebijakan di bidangnya, pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya, pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidangnya, pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian di daerah dan pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional.
(3) Penyelenggara perumusan dan penetapan kebijakan di bidangnya, koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidangnya, pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya dan pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidangnya.
b. Fungsi dan Tugas Kementerian Negara
Dalam pasal 1 ayat (1) UU nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara juga dijelaskan fungsi kementerian adalah sebagai perangkat pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan. Sementara tugas menteri dalam pasal 1 ayat (2) adalah pembantu presiden yang memimpin kementerian.
c. Klasifikasi Kementerian Negara Republik Indonesia
Kalian tentunya sudah memahami bahwa setiap kementerian membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan. Dengan demikian jumlah kementerian Negara dibentuk cukup banyak. Hal ini dikarenakan urusan pemerintahan pun jumlahnya sangat banyak dan beragam. Pasal 15 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara secara tegas menyatakan bahwa jumlah maksimal kementerian negara yang dapat dibentuk adalah 34 kementerian negara. Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara, Kementerian Negara Republik Indonesia dapat diklasifikasikan berdasarkan urusan pemerintahan yang ditanganinya, yaitu:
(1) Kementerian yang menangani urusan pemerintahan yang nomenklatur/nama kementeriannya secara tegas disebutkan dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, terdiri atas:
(a) Kementerian Dalam Negeri
(b) Kementerian Luar Negeri
(c) Kementerian Pertahanan
(2) Kementerian yang menangani urusan pemerintahan yang ruang lingkupnya disebutkan dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, terdiri atas:
(b) Kementerian Keuangan
(c) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
(d) Kementerian Perindustrian
(e) Kementerian Perdagangan
(f) Kementerian Pertanian
(g) Kementerian Kehutanan
(h) Kementerian Perhubungan
(i) Kementerian Kelautan dan Perikanan
(j) Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
(k) Kementerian Pekerjaan Umum
(l) Kementerian Kesehatan
(m) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(n) Kementerian Sosial
(o) Kementerian Agama
(p) Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
(q) Kementerian Komunikasi dan Informatika
(3) Kementerian yang menangani urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah, terdiri atas:
(a) Kementerian Sekretariat Negara
(b) Kementerian Riset danTeknologi
(c) Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
(d) Kementerian Lingkungan Hidup
(e) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
(f) Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
(g) Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal
(h) Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional
(i) Kementerian Badan Usaha Milik Negara
(j) Kementerian Perumahan Rakyat
(k) Kementerian Pemuda dan Olah Raga
Selain kementerian yang menangani urusan pemerintahan di atas, ada juga kementerian koordinator yang bertugas melakukan sinkronisasi dan koordinasi urusan kementerian-kementerian yang berada di dalam lingkup tugasnya. Kementerian koordinator, terdiri atas:
a. Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan
b. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
c. Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat
2. Lembaga Pemerintah Non Kementerian
Selain itu, untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi tertentu di bidang pemerintahan, Presiden dengan mengacu kepada kewenangannya berdasarkan Pasal 4 UUD 1945, juga membentuk Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) yang merupakan special agency yang melaksanakan tugas dan fungsi spesifik tertentu dalam rangka mendukung kebijakan pemerintah yang dilaksanakan oleh Kementerian. Saat ini telah dibentuk tiga puluh Lembaga Pemerintah Non Kementerian. Selain itu, terdapat 5 Lembaga yang dipimpin oleh pejabat setingkat menteri, yakni Kepolisian Negara Republik Indonesia, Sekretariat Kabinet, Kejaksaan Agung, Tentara Nasional Indonesia, dan Badan Intelijen Negara. Jumlah pejabat setingkat menteri ditentukan oleh Presiden saat pembentukan Kabinet.
a. Daftar Lembaga Pemerintah Non Kementerian
b. Tugas dan Fungsi Lembaga Pemerintah Non Kementerian
Dalam penyelenggaraan negara, terdapat lembaga-lembaga non-kementerian yang memiliki tugas untuk membantu presiden dalam melaksanakan tugas pemerintahan tertentu. Dulu namanya adalah Lembaga Pemerintah Non-Departemen saat ini menjadi Lembaga Pemerintah Non-Kementerian (LPNK). Lembaga Pemerintah Non-Kementerian berada di bawah presiden dan bertanggung jawab langsung kepada presiden melalui menteri atau pejabat setingkat menteri terkait.
LPNK diatur dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia, yaitu Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2001 tentang kedudukan, tugas, fungsi, kewenangan, susunan organisasi, dan tata kerja Lembaga Pemerintah Non-Kementrian. Dibawah ini akan diuraikan tugas dan fungsi dari beberapa Lembaga Pemerintah Non-Kementerian tersebut, yaitu:
LPNK diatur dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia, yaitu Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2001 tentang kedudukan, tugas, fungsi, kewenangan, susunan organisasi, dan tata kerja Lembaga Pemerintah Non-Kementrian. Dibawah ini akan diuraikan tugas dan fungsi dari beberapa Lembaga Pemerintah Non-Kementerian tersebut, yaitu:
(1) Arsip Nasional Republik Indonesia
Tugas: Melaksanakan tugas pemerintahan di bidang kearsipan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Fungsi: (a) Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang kearsipan
(b) Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas lembaga
(c) Fasilitasi dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah di bidang kearsipan
(d) Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, hukum, persandian, perlengkapan dan rumah tangga.
KEWENANGAN
- Penyusunan rencana nasional secara makro di kearsipan;
- Penetapan dan penyelenggaraan kearsipan nasional untuk mendukung pembangunan secara makro;
- Penetapan sistem informasi di bidang kearsipan;
- Kewenangan lain yang melekat dan telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yaitu:
- Perumusan dan pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang kearsipan;
- Penyelamatan serta pelestarian arsip dan pemanfaatan naskah sumber arsip.
(2) Badan Intelijen Negara
Tugas dan Fungsi: Melaksanakan tugas pemerintahan di bidang intelijen.
Badan Intelijen Negara (BIN) merupakan satu lembaga yang mendukung kekuatan negara. Dengan fungsi intelijen, BIN mengumpulkan informasi berdasarkan fakta untuk mendeteksi dan melakukan peringatan dini dalam rangka pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan setiap ancaman terhadap keamanan nasional.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara, Indonesia memiliki intelijen negara seperti BIN, intelijen TNI, intelijen Polri, intelijen Kejaksaan, dan intelijen kementerian atau lembaga pemerintah non-kementerian.
Tips Hukum akan membahas tentang Badan Intelijen Negara (BIN). Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2010 Tentang Badan Intelijen Negara, BIN adalah Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. BIN menyelenggarakan fungsi pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang intelijen, perumusan dan pelaksanaankebijakan tertentu di bidang intelijen, pengaturan dan pengkoordinasian sistem intelijen pengamanan pimpinan nasional, perencanaan dan pelaksanaan kegiatan atau operasi intelijen dalam dan luar negeri, pengolahan, penyusunan, dan penyampaian
(3) Badan Kepegawaian Negara
Untuk dapat menyelenggarakan fungsinya, BKN mempunyai tugassebagai berikut :
(a) Merencanakan pembinaan kepegawaian sesuai dengan
(a) Merencanakan pembinaan kepegawaian sesuai dengan
kebijaksanaan Presiden
(b) Merencanakan peraturan perundang-undangan di bidang
Kepegawaian
(c) Menyelenggarakan tata usaha kepegawaian dan tata usaha
Pensiun
(d) Menyelenggarakan pengawasan, koordinasi dan bimbingan terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian dan pensiun pada departemen-departemen dan lembaga-lembaga negara/Lembaga-lembaga Pemerintah Non departemen.
(4) Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
Tugas: Melaksanakan tugas pemerintahan dibidang keluarga berencana dan keluarga sejahtera sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Fungsi: (a) Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera.
(b) Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BKKBN.
(c) Fasilitasi dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah, swasta, LSOM dan masyarakat dibidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera.
(d) Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum dibidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tatalaksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, hukum, persandian, perlengkapan dan rumah tangga.
(5) Badan Koordinasi Penanaman Modal
Tugas: Untuk merumuskan kebijakan pemerintah di bidang penanaman modal, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
(6) Badan Informasi Geospasial
Tugas: (a) Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang meteorologi, klimatologi, kualitas udara dan geofisika
(b) Koordinasi kegiatan fungsional di bidang meteorologi, klimatologi, kualitas udara dan geofisika
(c) Memfasilitasi dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah dan swasta di bidang meteorologi, klimatologi, kualitas udara dan geofisika
(d) Penyelenggaraan pengamatan, pengumpulan dan penyebaran, pengolahan dan analisis serta pelayanan di bidang meteorologi, klimatologi, kualitas udara dan geofisika
(e) Penyelenggaraan kegiatan kerjasama di bidang meteorologi, klimatologi, kualitas udara dan geofisika
(f) Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tatalaksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, hukum, persandian, perlengkapan dan rumah tangga
(1) Badan Narkotika Nasional
Tugas: (a) Menyusun dan melaksanakan kebijakan nasional mengenai pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika
(b) Mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
(c) Berkoordinasi dengan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika
(d) Meningkatkan kemampuan lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial pecandu Narkotika, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat;
(e) Memberdayakan masyarakat dalam pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika
(f) Memantau, mengarahkan dan meningkatkan kegiatan masyarakat dalam pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Psikotropika Narkotika;
(g) Melalui kerja sama bilateral dan multiteral, baik regional maupun internasional, guna mencegah dan memberantas peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
(h) Mengembangkan laboratorium Narkotika dan Prekursor Narkotika
(i) Melaksanakan administrasi penyelidikan dan penyidikan terhadap perkara penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; dan
(j) Membuat laporan tahunan mengenai pelaksanaan tugas dan wewenang.
(k) Selain tugas sebagaimana diatas, BNN juga bertugas menyusun dan melaksanakan kebijakan nasional mengenai pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap psikotropika, prekursor dan bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol.
Fungsi: (a) Penyusunan dan perumusan kebijakan nasional di bidang pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika dan prekursor serta bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol yang selanjutnya disingkat dengan P4GN.
(b) Penyusunan, perumusan dan penetapan norma, standar, kriteria dan prosedur P4GN.
(c) Penyusunan perencanaan, program dan anggaran BNN.
(d) Penyusunan dan perumusan kebijakan teknis pencegahan, pemberdayaan masyarakat, pemberantasan, rehabilitasi, hukum dan kerjasama di bidang P4GN.
(e) Pelaksanaan kebijakan nasional dan kebijakna teknis P4GN di bidang pencegahan, pemberdayaan masyarakat, pemberantasan, rehabilitasi, hukum dan kerjasama.
(f) Pelaksanaan pembinaan teknis di bidang P4GN kepada instansi vertikal di lingkungan BNN.
(g) Pengoordinasian instansi pemerintah terkait dan komponen masyarakat dalam rangka penyusunan dan perumusan serta pelaksanaan kebijakan nasional di bidang P4GN.
(h) Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi di lingkungan BNN.
(i) Pelaksanaan fasilitasi dan pengkoordinasian wadah peran serta masyarakat.
(j) Pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.
(k) Pelaksanaan pemutusan jaringan kejahatan terorganisasi di bidang narkotika, psikotropika dan prekursor serta bahan adiktif lainnya, kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol.
(l) Pengoordinasian instansi pemerintah terkait maupun komponen masarakat dalam pelaksanaan rehabilitasi dan penyatuan kembali ke dalam masyarakat serta perawatan lanjutan bagi penyalahguna dan/atau pecandu narkotika dan psikotropika serta bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol di tingkat pusat dan daerah.
(m) Pengkoordinasian peningkatan kemampuan lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial pecandu narkotika dan psikotropika serta bahan adiktif lainnya, kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol yang diselenggarakan oleh pemerintah dan masyarakat.
(n) Peningkatan kemampuan lembaga rehabilitasi penyalahguna dan/atau pecandu narkotika dan psikotropika serta bahan adiktif lainnya, kecuali bahan adiktif tembakau dan alkohol berbasis komunitas terapeutik atau metode lain yang telah teruji keberhasilannya.
(o) Pelaksanaan penyusunan, pengkajian dan perumusan peraturan perundang-undangan serta pemberian bantuan hukum di bidang P4GN.
(p) Pelaksanaan kerjasama nasional, regional dan internasional di bidang P4GN.
(q) Pelaksanaan pengawasan fungsional terhadap pelaksanaan P4GN di lingkungan BNN.
(r) Pelaksanaan koordinasi pengawasan fungsional instansi pemerintah terkait dan komponen masyarakat di bidang P4GN.
(s) Pelaksanaan penegakan disiplin, kode etik pegawai BNN dan kode etik profesi penyidik BNN.
(t) Pelaksanaan pendataan dan informasi nasional penelitian dan pengembangan, serta pendidikan dan pelatihan di bidang P4GN.
(u) Pelaksanaan pengujian narkotika, psikotropika dan prekursor serta bahan adiktif lainnya, kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol.
(v) Pengembangan laboratorium uji narkotika, psikotropika dan prekursor serta bahan adiktif lainnya, kecuali bahan adiktif tembakau dan alkohol.
(w) Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan kebijakan nasional di bidang P4GN.
3. Lembaga Non Struktural
Di luar Kementerian Negara, LPNK, dan lembaga yang dipimpin Pejabat setingkat Menteri tersebut, dalam praktik penyelenggaraan negara dan pemerintahan, juga terdapat lembaga-lembaga lain, yaitu Lembaga Non Struktural (LNS) sebagai perwujudan partisipasi masyarakat dalam pemerintahan. LNS merupakan lembaga di luar struktur organisasi instansi pemerintah, yang bersifat independen serta memiliki otonomi dalam menjalankan mandatnya sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Lembaga Penyiaran Publik
Untuk memberikan pelayanan penyiaran radio dan televisi juga telah dibentuk Lembaga Penyiaran Publik (LPP) berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. LPP merupakan lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum yang didirikan oleh negara, bersifat independen, netral, tidak komersial, dan berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan masyarakat. LPP yang ada yaitu LPP Televisi Republik Indonesia dan LPP Radio Republik Indonesia.
5. Lembaga Struktural di Bawah Kementerian Negara
Lembaga ini dibentuk melalui Undang-Undang, akan tetapi secara struktural bertanggungjawab kepada Menteri yang bertanggungjawab di urusan tertentu. Lembaga tersebut adalah sebagai berikut:
· Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (di bawah Kementerian Keuangan); dialihkan ke Otoritas Jasa Keuangan
· Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (UU 39 1999, di bawah Kementerian Komunikasi dan Informatika)
· Badan Pengatur Jalan Tol (UU 38 tahun 2004, dibawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat).
C. NILAI-NILAI PANCASILA DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN
Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa terdapat kandungan akan nilai-nilai. Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional adalah nilai-nilai yang bersifat tetap. Namun, pada penjabarannya, dilakukan secara dinamis dan kreatif yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan masyarakat indonesia. Diterima Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional (pandangan hidup bangsa) membawa dampak bahwa nilai-nilai Pancasila dijadikan landasan pokok, dan landasan fundamental bagi setiap penyelenggaraan negara Indonesia.
Pancasila berisi lima sila yang hakikatnya berisi lima nilai dasar yang fundamental. Nila-nilai dasar Pancasila adalah nilai ketuhanan yang maha esa, nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, nilai persatuan indonesia, nilai kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dan nilai keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia. Berikut penjelasan mengenai Nilai-Nilai Pancasila adalah sebagai berikut:
Pancasila berisi lima sila yang hakikatnya berisi lima nilai dasar yang fundamental. Nila-nilai dasar Pancasila adalah nilai ketuhanan yang maha esa, nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, nilai persatuan indonesia, nilai kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dan nilai keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia. Berikut penjelasan mengenai Nilai-Nilai Pancasila adalah sebagai berikut:
1. Nilai Ketuhanan
Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung arti bahwa adanya pengakuan dan keyakinan bangsa terhadap adanya Tuhan sebagai pencipta alam semesta. Dari nilai tersebut, menyatakan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa religius bukan bangsa yang tidak memiliki agama atau ateis. Dari Pengakuan adanya Tuhan diwujudkan dalam perbuatan untuk taat dalam setiap perintah Tuhan dan menjauhi larangan-Nya sesuai dengan ajaran atau tuntunan agama yang dianut. Nilai ketuhanan memiliki arti bahwa adanya pengakuan akan kebebasan untuk memeluk agama, menghormati kemerdekaan beragama, tidak ada paksaan serta tidak diskriminatif antarumat beragama.
Contoh Nilai Ketuhanan:
· Hidup rukun dan damai dalam setiap antraumat beragama
· Tidak memaksakan agama atau kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain
· Memberikan kebebasan dan juga kesempatan dalam beribadah sesuai agamanya
· Tidak membedakan agama atau kepercayaan dalam bergaul
· Sikap percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
2. Nilai Kemanusiaan
Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung arti bahwa kesadaran sikap dan perilaku sesuai dengan nilai-nilai moral dalam hidup bersama atas dasar tuntutan hati nurani dengan memperlakukan sesuatu hal sebagaimana mestinya. Manusia diberlakukan sesuai harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan yang sama derajatnya, hak, dan kewajiban asasinya.
Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung arti bahwa kesadaran sikap dan perilaku sesuai dengan nilai-nilai moral dalam hidup bersama atas dasar tuntutan hati nurani dengan memperlakukan sesuatu hal sebagaimana mestinya. Manusia diberlakukan sesuai harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan yang sama derajatnya, hak, dan kewajiban asasinya.
Contoh Nilai Kemanusiaan:
· Mengakui persamaan derajat antara sesama manusia
· Senang melakukan kegiatan yang sifatnya kemanusiaan
· Memiliki sikap dan perilaku berani dalam membela kebenaran dan keadilan
· Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan
· Menghormati orang lain
· Tidak bersikap diskriminatif terhadap orang lain
3. Nilai Persatuan
Nilai Persatuan Indonesia mengandung makna usaha ke arah bersatu dalam kebulatan rakyat untuk membina rasa nasionalisme dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Persatuan Indonesia juga mengakui dan menghargai dengan sepenuh hati terhadap keanekaragaman di Indonesia, sehingga perbedaan bukanlah sebab dari perselisihan, tetapi itu akan dapat menciptakan kebersamaan. Dari kesadaran ini tercipta dengan baik jika sungguh-sungguh menghayati semboyan Bhineka Tunggal Ika.
Contoh Nilai Persatuan:
· Cinta tanah air dan bangsa
· Memiliki sikap yang rela berkorban demi tanah air
· Mendahulukan kepentingan bangsa dan negara
· Persatuan dengan berdasar Bhineka Tunggal Ika
· Memelihara ketertiban dunia yang berdasar kepada kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial
4. Nilai Kerakyatan
Nila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan yang mengandung makna bahwa suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat dengan cara musyawarah untuk mufakat melalui lembaga-lembaga perwakilan. Berdasarkan dari nilai tersebut, diakui paham demokrasi yang mengutamakan pengambilan keputusan melalui musyawarah mufakat.
Nila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan yang mengandung makna bahwa suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat dengan cara musyawarah untuk mufakat melalui lembaga-lembaga perwakilan. Berdasarkan dari nilai tersebut, diakui paham demokrasi yang mengutamakan pengambilan keputusan melalui musyawarah mufakat.
Contoh Nilai Kerakyatan:
· Ikut serta dalam pemilu
· Menjalankan musyawarah mufakat
· Mendahulukan kepentingan umum
· Mengembangkan sikap hidup yang demokratis
· Tidak memaksakan kehendak individu terhadap individu lainnya
5. Nilai Keadilan
Nilai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia mengandung makna sebagai dasar sekaligus tujuan masyarakat indonesia yang adil dan makmur secara lahiriah ataupun batiniah. Berdasarkan dari nilai tersebut, keadilan adalah nilai yang sangat mendasar yang diharapkan dari seluruh bangsa Indonesia. Negara Indonesia yang diharapkan adalah negara Indonesia yang berkeadilan.
Nilai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia mengandung makna sebagai dasar sekaligus tujuan masyarakat indonesia yang adil dan makmur secara lahiriah ataupun batiniah. Berdasarkan dari nilai tersebut, keadilan adalah nilai yang sangat mendasar yang diharapkan dari seluruh bangsa Indonesia. Negara Indonesia yang diharapkan adalah negara Indonesia yang berkeadilan.
Contoh Nilai Keadilan:
· Memiliki perilaku yang suka bekerja keras
· Berperilaku adil terhadap sesama
· Hidup sederhana
· Mengembangkan budaya menabung
· Memiliki sikap yang menghargai karya orang lain yang bermanfaat bagi bangsa Indonesia
· Tidak memeras orang lain
· Selalu membantu orang lain
Nilai-Nilai Pancasila dijabarkan dalam setiap peraturan perundang-undangan yang telah ada dan tidak hanya itu baik itu ketetapan, keputusan, kebijakan pemerintah, program-program pembangunan dan peraturan-peraturan lain yang pada hakikatnya merupakan penjabaran nilai-nilai dasar Pancasila. Nilai-Nilai Dasar Pancasila adalah satu kesatuan yang saling berhubungan dan menjiwai satu sama lain. Sehingga dari semua nilai dasar dari sila-sila Pancasila menjadi acuan dalam penyelenggaraan negara.
Comments
Post a Comment